Rodi, Putra Dharmasraya Mamfaatkan Sampah untuk Budidaya Maggot

Pembudidaya daya Rodi tengah menyiapkan pakan untuk makan maggot terletak di Jorong Kapalo Koto Nagari Gunung Medan, Kabupaten Dharmasraya
Pembudidaya daya Rodi tengah menyiapkan pakan untuk makan maggot terletak di Jorong Kapalo Koto Nagari Gunung Medan, Kabupaten Dharmasraya

Arosukapost.com, Dharmasraya – Maggot atau belatung kerap dianggap sebagai hewan menjijikkan. Namun bagi sebagian orang, maggot justru bisa mendatangkan pundi-pundi rupiah.

Seperti yang dilakukan Rodi Hermansyah (35), pembudidaya maggot di Jorong Kapalo Koto, Nagari Gunung Medan, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat (Sumbar).

Alasan Rodi untuk mengembangkan budidya maggot karena memiliki potensi menambah penghasilan.

Maggot adalah larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF). Maggot merupakan larva dari jenis lalat tentara yang awalnya berasal dari telur dan bermetamorfosis menjadi lalat dewasa.

“Manggot dapat dijadikan sebagai alternatif pakan yang murah dan mudah, bahkan ulat atau belatung ini juga sudah diekspor ke luar negeri. Jadi, potensi ekonominya cukup menjanjikan,” katanya, Sabtu (16/7/22).

Selain menghasilkan keuntungan ekonomis, lanjut dia, budidaya maggot juga menguntungkan bagi lingkungan. Sebab, pakan maggot merupakan sampah organik yang dihasilkan rumah tangga, seperti sisa makanan, kulit buah-buahan, sayur-sayuran, dan lainnya.

“Meski memakan sampah, maggot tidak menimbulkan bau. Sebaliknya, maggot justru menghilangkan bau sampah karena mampu mengurai sampah,” jelas dia.

Baca juga :  Harga BBM Naik, Tarif Tiket Mentawai Fast Naik 12 Persen

Menurut dia ilmu budidaya maggot ia peroleh dari kenal youtube, selanjutnya tertarik mendalami dan sering melakukan diskusi bersama kawan-kawan pembudidaya untuk mendalami pengetahuan budidaya.

“Awalnya saya belajar secara otodidak melalui youtube sekitar empat tahun lalu, sempat memulai dan akhirnya terhenti karena kesibukan. Hari ini saya coba lagi dengan segala keterbatasan dan optimistis usaha yang dirintis dapat memberi kontribusi kepada masyarakat nantinya,” katanya. 

Menurut dia budidaya maggot yang ia mulai masih tergolong pemula, karena sarana dan prasarana yang digunakan tidak memerlukan modal banyak dan peralatan seadanya. 

Ia mengatakan budidaya maggot itu ia mulai sejak sebulan lalu dengan membuat kandang indukan berukuran 1×1 1/2 meter, kandang pembesaran atau biopon ukuran 1×1 1/2 meter, dan 10 gram telor maggot.

“Kenapa dibilang budidaya yang kami kembangkan bersama kawan-kawan tidak memerlukan biaya banyak dan dapat dilakukan siapa saja, karena bahan untuk membuat kandang kami ambil dari kayu sisa-sisa disekitar rumah, begitu juga untuk indukkan awal tidak membutukan biaya banyak, satu gram telur mangot dapat dibeli dengan harga Rp7.000 sampai RpRp10.000 per gram,” jelasnya. 

Baca juga :  Ditreskrimsus Polda Sumbar dan Dinas Kesehatan Imbau Apotek Tidak Jual Obat Sirup

Ia menjelaskan proses budidaya maggot juga terbilang mudah dan sederhana. Dimana telur-telur maggot akan menetas menjadi ulat dalam kurun waktu empat hari, seteleh menetas ulat-ulat dibiarkan selama 20 hari memakan sampah hingga ulat siap dipanen untuk pakan.

“Sementara untuk pembibitan, ulat-ulat itu itu dibiarkan memakan sampah hingga menjadi Prepupa dimana mana bentuk ulat berubah berwarna menjadi hitam, biasanya pada fase ini ulat akan terpisah dengan ulat yang masih memakan sampah, kemudian diusia satu bulan prepupa berubah menjadi Pupa, pupa ini dimasukkan ke dalam kandang indukan hingga berubah menjadi lalat dan kembali bertelur, begitu seterusnya siklusnya,” bebernya. 

Ia menambahka selama lebih kurang 45 hari melakukan budidaya setidaknya sudah menghasilkan sekitar 1,5 kilogram maggot siap panen setiap harinya.

“Karena ini masih pemula, hasil panen maggot ini kami berikan untuk pakan ikan dimana saya teman-teman juga mengembangkan budidaya ikan lele. Ke depan tentu kami berharap usaha ini berkembang dan kemudian menjadi contoh bagi masyarakat lainnya,” ujar dia.