Politisi Panik, dari Temuan BPK, Sebar Hoaks, Hingga Ganti Jas dengan Uang

Arosukapost.com, Solok – Desember Kelabu. Lagu yang dipopulerkan oleh Yuni Sara itu begitu pas ditempelkan bagi politisi carmuk atau cari muka yang bernasib tragis.

Sama-sama diketahui, Desember ini (2023) adalah masa jualan atau kampanye bagi mereka yang kembali ingin maju untuk kursi di legislatif. Yang semestinya dirayakan dengan bahagia.

Namun, bagi politisi busuk cara apa pun dilakukan. Bahkan teman pun dijadikan lawan demi kejar popularitas.

Baru-baru ini terjadi di Kabupaten Solok. Dua politisi mendadak menuduh kepada daerahnya yakni Bupati Solok Epyardi Asda tidak menganggarkan pembangunan di nagari-nagari.

Padahal anggaran tersebut dibahas di DPRD termasuk oleh dua politisi itu. Dan konyolnya lagi, anggaran untuk nagari tersebut transparan, terbukti setiap kegiatan di nagari diumumkan.
Sontak pengakuan dua politisi itu mendapat perhatian oleh segelintir warga.

Bukan karena ia “curhat” di media sosial yang seharusnya ke tuhan, atau ke keluarganya. Namun, yang menjadi perhatian adalah informasi yang ia sampaikan sebagai bentuk carmuk di masa kampanye dengan menyebar berita bohong alias hoaks.

Selain itu, aksinya dianggap sebagai kamuflase untuk menutup niat jahatnya yang ketahuan oleh lembaga pemeriksan keuangan.

Baca juga :  Sukses Soal Aplikasi SIM Linmas di Kabupaten Solok, Elafki Dipercayai Kemendagri Jadi Narasumber

Beberapa waktu lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan hasil temuannya di DPRD Kabupaten Solok. Hasilnya, ada oknum anggota DPRD ditemukan penyalahgunaan atau pengguanan anggaran fiktif dan markup.

Sesuai aturan mereka wajib mengembalikan uang tersebut kepada negara. Efeknya banyak oknum yang gadai mobil bahkan gadai harga diri.

Dua politisi yang curhat ini masuk dalam daftar BPK. Satu orang harus mengembalikan Rp182,700,000 dengan rincian mark up 124,900,000 yang fiktif Rp57,800,000. Yang satu orang lagi Rp123,900,000 dengan rincian yang markup Rp106,000,000 dan fiktif Rp17,300,000.

Tentu dengan adanya temuan ini mereka harus mengembalikan uang rakyat itu. Bisa dibayangkan, jika masyarakat daerah pemilihnya tahu kelakuan wakilnya, dijamin warga pun enggan memilihnya.

Niat hati ingin meraup sebanyaknya banyaknya untuk pribadi, apalagi saat ini sudah masuk tahun politik, butuh ongkos besar lagi. Tapi sayang gagal oleh temuan BPK.

Kalau dianalogikan. Makanan yang sudah dimulutnya harus ia kembalikan utuh karena makanan itu bukan miliknya. Sakitnya memang luar biasa, apalagi malunya.

Perilaku korup ini tentu menjadi perhatian bagi masyarakat. Orang yang mereka pilih ternyata seperti lagu Iwan Fals yakni tikus-tikus kantor.

Baca juga :  Enam Fraksi DPRD Kabupaten Solok Sampaikan Pandangan Umum Terkait 3 Ranperda

Dan kini efek pengembalian ini tentu berimbas kepada kantong atau logisitik bagi si politisi. Karena tak sabar ingin duduk lagi di bangku empuk DPRD.

Mau duduk tentu butuh modal, tak mempan hanya cuap-cuap tebar janji. Apalagi selama ini masyarakat mempertanyakan apa yang telah ia berikan untuk nagarinya.

Kini seakan mati gaya. Politisi “rakus” seperti ini mencari cara agar popularitasnya tinggi. Salah satu cara yakni nebeng popularitas dengan menuduh program untuk nagari Bupati Solok Epyardi Asda tidak ada.

Bahkan adapula kelakuan yang bikin kkitq ketawa. Pakaian (jas DPRD) yang disediakan Negara pun ia minta ditukarkan menjadi uang kepada tukang jahit.
Sekarang dua politisi ini juga ingin nebeng populatitas. Bukannya tobat telah ketahuan oleh BPK. Justru dengan muka tebal ingin maju lagi mewakili rakyat yang ditipu.

Belum tahu apa tujuannya untuk maju kembali. Apakah untuk mencari celah korup dengan gaya lain. Atau memang benar-benar ingin mengabdi ke masyarakat. Tentu hanya ia dan tuhan yang tahu. Semoga saja KPK tidak tahu.