Sumbar  

Per Juni 2023, Polres Dharmasraya Selesaikan 47 Kasus Tidak Pidana Melalui Restorative Justice

Mapolres Dharmasraya.
Mapolres Dharmasraya.

Arosukapost.com, Dharmasraya- Restorative justice (RJ) merupakan alternatif penyelesaian perkara tindak pidana dengan mekanisme yang berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan semua pihak.

RJ termuat dalam Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 Pasal 1 huruf 3. Prinsip dasar restorative justice adalah adanya pemulihan pada korban yang menderita akibat kejahatan dengan memberikan ganti rugi kepada korban, perdamaian, pelaku melakukan kerja sosial maupun kesepakatan-kesepakatan yang terkait dengan persoalan tersebut.

Kapolres Dharmasraya AKBP Nurhadiansyah melalui Kasat Reskrim Iptu Heri Yuliardi mengungkap pihaknya sudah menyelesaikan sebanyak 47 kasus tindak pidana melalui restorarive justice. Salah satu di antaranya kasus pencurian di dalam keluarga.

Baca juga :  Sambut Tahun Baru Islam, Pemkab Solok Laksanakan Tabligh Akbar

“Dimana penyelesaian dilakukan dengan mediasi antara pelaku dengan korban. Kedua belah pihak sepakat untuk berdamai, tanpa ada unsur paksaan dan tekanan ataupun intervensi dari pihak lain,” kata Iptu Heri.

“Intinya mereka berdua menandatangani surat kesepakatan perdamaian, tidak mengulangi perbuatan yang sama serta mencabut laporan di kepolisian,” timpalnya.

Perdamaian yang dilakukan tersebut juga disaksikan oleh keluarga pelaku dan korban. Membuktikan setiap permasalahan tentu ada jalan keluar. “Jika kedua belah pihak sudah berdamai otomatis kasusnya tidak berlanjut ke ranah hukum,” cetusnya lagi.

Baca juga :  Hadiri Tradisi Bakaua, Bupati Epyardi: Saya Sangat Bangga, Masyarakat Sianggai-anggai Terus Menjaga Adat dan Tradisi

Diketahui, gagasan hukum progresif ini muncul karena dilatarbelakangi keadaan hukum Indonesia pasca reformasi yang tidak kunjung mendekati tujuan ideal, yaitu hukum yang mensejahterakan masyarakat.

Karena itu, sebut Heri Yuliardi, tanpa disadari hukum di Indonesia lebih mengarah kepada hukum yang mengutamakan keadilan hukum dari pada kepastian hukum. “Kecuali penyakit masyarakat semisal, kasus perjudian, dimana prosesnya tetap dilanjutkan ke ranah hukum,” sebut Heri. (SP)