Kampung Budaya Jawi-jawi Pusatnya Tradisi Khas Minangkabau

Bundo Kanduang Minangkabau.
Bundo Kanduang Minangkabau.

Begitu banyaknya keberagaman milik tanah Indonesia Raya tak henti membuat takjub bagi siapa yang ingin menelisik lebih jauh. Indonesia dengan keberagaman suku, budaya, bangsa, etnis, bahasa tersebar dari Sabang sampai Merauke, Miangas hingga Rote.

Indonesia Raya dinamai bukan tanpa alasan, negara kepulauan terbesar di dunia ini dengan jumlah pulau berdasarkan Gasetir Nasional pada tahun 2020 yaitu sejumlah 16.771 pulau, dihuni  setidaknya oleh 250 suku bangsa dengan 652 bahasa daerah berbeda, pun itu semua hanya yang berhasil dipetakan dan diverifikasi oleh Badan Bahasa Kemendikbud pada 2018 silam. Bayangkan, bagaimana kayanya.

Lima pulau besar dimilikinya, Sumatera salah satunya. Sumatera sendiri memiliki lagi ragam suku, tradisi dan bahasa pula. Salah satu suku terbesar adalah Minangkabau. Suku yang dipandang begitu mentereng sejak zaman dulu dan kearifan lokal yang masih kental di tengah modernisasi yang terus terjadi pada abad 21 ini. Belum puas, telisik demi telisik, Minangkabau lagi-lagi memiliki ragam anak suku dan tradisi pula.

Sebut saja Nagari Jawi-jawi Guguk, salah satu kenagarian yang terletak di pinggang Gunung Talang, Kabupaten Solok yang berada di ketinggian lebih kurang 1.500 kaki di atas permukaan laut dengan topografi daerah berbukit-bukit.

Tak banyak yang tau daerah ini sebelumnya, namun ia perlahan menampilkan pesonanya. Sejak ditetapkan sebagai Kampung Budaya oleh Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, nagari ini mulai didatangi turis nasional hingga internasional. Kampung Budaya ini menyediakan atraksi budaya, tradisi serta bonus pemandangan alami jenjang persawahan hijau milik masyarakat.

Baca juga :  Kepedulian Anggota DPRD Sumbar Terhadap Seni Budaya Kabupaten Solok: Langkah Positif untuk Warisan Budaya

Masyarakatnyapun hangat, senyum lepas mereka menyapa membuat siapapun yang datang ke kampung ini akan merasa berada di kampung sendiri.

Kampung budaya ini menerapkan konsep berbaur dan turun langsung mengikuti kegiatan-kegiatan tradisional layaknnya penduduk asli. Jika beruntung, para turis akan bertemu kegiatan besar seperti Baralek, Batagak Pangulu, Batagak Kudo-kudo, Turun Mandi dan lain sebagainya.

Baralek merupakan resepsi pernikahan di Minangkabau. Baralek lagi-lagi memiliki ‘gaya’ yang macam-macam pula, kali ini adalah gaya Maanta Cogok. Kegiatan dengan gaya ini hanya dimiliki oleh tiga nagari di Guguk, salah satunya Nagari Jawi-jawi Guguk dengan membawa seserahan uang asli yang ditancapkan ke dalam gundukan silamak.

Masyarakat selalu antusias dalam mengikuti kegiatan besar ini, laki-laki dan perempuan, dari yang muda hingga yang tua. Mereka memiliki porsi dan tugas mereka masing-masing. Tujuannya? Menjalin terus hangat kekeluargaan antar masyarakat yang notabene adalah dari ranji keturunan yang sama, dengan kata lain ‘Dunsanak’.

Umumnya tuan rumah membantai seekor ternak, baik kambing, sapi maupun kerbau. Biasanya kegiatan ‘mambantai’ ini ditangani oleh kaum laki-laki dewasa, terlihat juga para Ninik Mamak atau tokoh adat menjadikan kegiatan ini sebagai ajang bincang antar sesama mereka.

Di dapur, para ibu-ibu juga turut sibuk memasak masakan khas Minangkabau, mulai dari rendang, asam padeh, gulai dan banyak lagi hingga total sepuluh jari tak cukup untuk menghitungnya. I bet you’ve never found heavenly food like this place have.

Mari bertemu si Marapulai dan Anak Daro, dalam hal ini pengantin pria dan pengantin wanita. Mereka merupakan raja dan ratu selama rangkaian perhelatan ini berlangsung. Diarak oleh bako dan masyarakat, disahkan oleh agama dan dihelatkan secara adat.

Baca juga :  Keterbukaan Informasi : Dinas Kominfo Kabupaten Solok Masuk 10 Besar

Tak terkecuali Bundo Kanduang yang tak luput menjadi sorotan, memakai Baju Hitam Serong Susun. Konon, yang boleh memakai jenis pakaian ini ialah mereka yang masih murni sebagai warga tigo nagari asli, dengan kata lain lahir dan diperistri oleh mereka keturunan tigo nagari, Koto Gadang, Koto Gaek dan Jawi-jawi.

Seperti review singkat, jika berkenan datanglah ke kampung budaya ini. Berbincang dan berbagi suasana sambil mengopi di pondok tengah persawahan dikelilingi perbukitan dan Gunung Talang bersama para lokal.

“Selama hidupmu di dunia, tak akan pernah cukup waktu mendalami dan menelisik ajaran-ajaran dan tradisi Minangkabau ini saking banyaknya, jadilah salah satu bagiannya dan kelak kau akan paham nilai-nilainya, Alam Takambang Jadi Guru,” kata Ninik Mamak.

Human Interest Feature oleh: Dewi Rahayu