Digitalisasi Pemilu di Indonesia, Mungkinkah…?

Yoyong, SH, Staf Bawaslu Kabupaten Dharmasraya
Yoyong, SH, Staf Bawaslu Kabupaten Dharmasraya

Oleh : Yoyong, SH

Staf Bawaslu Kabupaten Dharmasraya

Arosukapost.com, Dharmasraya – Pemilihan Umum atau Pemilu bukanlah hal yang baru di Indonesia, sejarah mencatatkan bahwa Bangsa Indonesia telah melaksanakan pesta demokrasi ini sebanyak 12 kali semenjak tahun 1955 sampai tahun 2019. Dari 12 kali pelaksanaan, model Pemilu terus mengalami perubahan-perubahan, mulai dari perubahan asas Pemilu yang Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia (Luber) menjadi Luber dan Jurdil, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden melalui perwakilan (MPR) sampai pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, Pemilihan Legislatif melalui proforsional tertutup menjadi proforsional terbuka.  Itu semua merupakan upaya Bangsa Indonesia untuk menyempurnakan sistem Pemilu guna mendapatkan perwakilan dan pemimpin yang betul-betul representasi seluruh rakyat Indonesia.

Seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat juga sangat mempengaruhi terhadap proses penyelenggaraan Pemilu di Indonesia.  Tidak ada yang dapat menahan lajunya perkembangan teknologi informasi.  Keberadaannya telah menghilangkan garis-garis batas antar negara dalam hal flow of  information.  Tidak ada negara yang mampu untuk mencegah mengalirnya informasi dari atau ke luar negara lain, karena batasan antara negara tidak dikenal dalam virtual world of computer.  Penerapan teknologi seperti LAN, WAN, GlobalNet, Intranet, Internet, Ekstranet, semakin hari semakin merata dan membudaya di masyarakat.   

Perusahaan-perusahaan pun sudah tidak terikat pada batasan fisik lagi.  Melalui virtual world of computer, seseorang dapat mencari pelanggan di seluruh lapisan masyarakat dunia yang terhubung dengan jaringan internet.   Sulit untuk dihitung besarnya uang atau investasi yang mengalir bebas melalui jaringan internet.  Transaksi-transaksi perdagangan dapat dengan mudah dilakukan di cyberspace melalui electronic transaction dengan mempergunakan electronic money.

Perkembangan teknologi informasi jika dikaitkan dengan penyelenggaraan Pemilu, bahwa pada  awalnya semangat  menggunakan  teknologi dalam  Pemilu adalah untuk menciptakan  berbagai  bentuk  inovasi  dalam  rangka  mempersingkat mekanisme proses  Pemilu.  Teknologi  dalam  konteks  ini  diartikan  sebagai  sesuatu  hal  dengan  melibatkan  penerapan  sains  dan  teknik  dalam  proses Pemilu.  Sedangkan  Informasi Pemilu  merupakan  konten  data yang  terkait dengan proses dan tahapan Pemilu.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara teknis Pemilu memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dalam penyelenggaraan Pemilu di Indonesia, sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggara Pemilu yang terbuka, efektif dan efisien.  Ini terlihat dari begitu banyaknya platform KPU berbasis web yang terus dilaksanakan pengembangan dari masa ke masa, seperti SIAKBA (Sistem Informasi Anggota KPU dan Badan Adhoc), SIDALIH (Sistem Informasi Data Pemilih), SIDAPIL (Sistem Informasi Daerah Pemilihan), SIPOL (Sistem Informasi Partai Politik), SILON (Sistem Informasi Pencalonan), SITUNG (Sistem Informasi Penghitungan Suara) dan lain sebagainya yang memiliki fungsi berbeda pada setiap tahapan yang diselenggarakan serta portal https://infopemilu.kpu.go.id/ berbasis web yang memuat fitur informasi Tahapan Pemilu, Seleksi Badan Ad Hoc dan Badan Penyelenggara, JDIH, PPID, Cek DPT Online, Cek Anggota Parpol dan Cek Pendukung Calon Anggota DPD yang semua itu dapat diakses bebas oleh masyarakat.

Baca juga :  Balai Kota Padang akan Dipercantik dengan Anggaran Dana Rp2 Miliar

Sipol misalnya, merupakan sistem dan teknologi informasi yang digunakan dalam memfasilitasi pengelolaan administrasi pendaftaran, verifikasi, dan penetapan Partai Politik peserta Pemilu anggota DPR dan DPRD serta pemutakhiran data Partai Politik peserta Pemilu secara berkelanjutan di tingkat KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.  Partai Politik calon peserta Pemilu melakukan pengisian data dan pengunggahan dokumen persyaratan ke dalam Sipol sebagaimana disebutkan dalam Pasal 13 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2022 dan Pasal 18 ayat (1) peraturan yang sama bahwa Partai Politik dapat mengajukan pendaftaran setelah mengirimkan data dan dokumen persyaratan yang diunggah melalui Sipol.  Ini menunjukkan bahwa aplikasi Sipol telah ditempatkan pada posisi yang strategis oleh KPU.  Walaupun dalam perjalanannya Sipol mendapat berbagai kritikan dan tanggapan dari calon peserta Pemilu dan Bawaslu.

Senada dengan KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai pengawas penyelenggaraan Pemilu juga menerapkan teknologi informasi dalam rangka keterbukaan informasi kepada masyarakat serta prinsip efektif dan efisien.  Berbagai aplikasi Bawaslu yang dapat diakses langsung oleh masyarakat seperti SIGAP (Sistem Informasi Pengawasan Partisipatif) dan SIGAP LAPOR (Sistem Informasi Penanganan Pelanggaran Pemilu dan Pelaporan) serta aplikasi-aplikasi berbasis internet lainnya.  Sigaplapor merupakan sarana penyampaian laporan secara cepat, kemudahan akses informasi hasil, dan proses penanganan pelanggaran, digitalisasi dokumen penanganan pelanggaran dan rekap data penanganan pelanggaran seluruh indonesia.

Lalu, mungkinkah digitalisasi Pemilu di Indonesia akan terlaksana ?

Melihat dari upaya KPU dan Bawaslu dalam memberikan pelayanan dan pemenuhan kebutuhan informasi masyarakat dengan berbagai media berbasis web tersebut, secara umum telah menggambarkan bahwa penyelenggara Pemilu telah siap untuk menyelenggarakan Pemilu berbasis digital.  Namun perlu dikaji secara komprehensif dari berbagai aspek. 

Aspek Sarana dan Prasarana Internet.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bahwa pada triwulan pertama tahun 2022, penetrasi internet di Indonesia mencapai 77,02% (Antara, 2022).  Apabila dilihat berdasarkan pulau-pulau besar di Indonesia, Pulau Jawa misalnya, tingkat penetrasi 78,39%, Pulau Sumatera 76,62%, Pulau Kalimantan 79,09% dan Pulau Papua 68,03% dengan 210.000.000 penduduk telah terkoneksi dengan internet.  Menurut laporan dari we are social dan meltwater yang bertajuk “Digital 2023”, bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia per Januari 2023 tercatat mencapai 212,9 juta dari 276,4 juta populasi di Indonesia (Kompas.com, 2023).

Baca juga :  Ditemukan 6 Paket Sabu, Terduga Pengedar Diamankan Polsek Padang Utara

Aspek Regulasi

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Makna dari “kedaulatan berada di tangan rakyat” dalam hal ini ialah bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil-wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan.

Perwujudan kedaulatan rakyat dimaksud dilaksanakan melalui pemilihan umum secara langsung sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih wakil-wakilnya yang akan menjalankan fungsi melakukan pengawasan, menyalurkan aspirasi politik rakyat, membuat undang-undang sebagai landasan bagi semua pihak di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi masing-masing, serta merumuskan anggaran pendapatan dan belanja untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut.

Sesuai ketentuan Pasal 22E ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diselenggarakan berlandaskan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.  Namun apabila dikaitkan pelaksanaan tahapan Pemilu dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi, Undang-Undang Dasar 1945 tidak menyebutkan.

Apabila ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan Pemilihan Umum, yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, bahwa pemanfaatan teknologi informasi dalam penyelenggaraan tahapan Pemilu juga menyebutkan.  Akan tetapi pengaturan terkait penggunaan teknologi informasi berbasis web hanya terdapat pada peraturan-peraturan Komisi Pemilihan Umum.  Sebut saja misalnya Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2022 yang sudah disebutkan diawal.

Ditinjau dari dua aspek tersebut, dapat disimpulkan bahwa digitalisasi Pemilu belum dapat dilaksanakan secara menyeluruh, perlu kajian dan persiapan yang lebih komprehensif untuk menuju Pemilu dengan cara e-voting.  Selain persiapan sarana dan prasarana juga persiapan sumber daya manusia yang memadai.