Anjab dan Posjab menjadi di lema di lingkungan pemkab Dharmasraya.

Arosukapost.com – Dharmasraya.Beberapa waktu yang lalu ada salah seorang ASN dilingkungan Pemkab dharmasraya ditawari untuk mengikuti bimtek Anjab ( analisis jabatan ) di padang oleh salah seorang camat yang berada di wilayah itu.

Dengan berdalih tugas tersebut lebih cocok untuk kasubag Kepegawaian, lantas Ia pun menolaknya dengan cara halus.Karena Ia sudah mengkuti beberapa kali pelatihan Anjab dimasa pepimimpin sebelumnya.

Bahkan bersama Sekretaris BKPSDM , kabupaten Dharmasraya saat itu masih Harsono, S.Sos, kami sudah dilatih di tingkat regional di BKN kantor regional (Kanreg). XII Pekanbaru selama 5 hari di Pekanbaru yakni di tahun 2012 tentang Anjab, Analisis Beban Kerja dan Evaluasi Jabatan.

Namun ilmu yang diperoleh tersebut nyaris tak berguna bahkan seorang oknum pejabat BKPSDM sendiri tidak mampu menerapkan ilmunya dalam menempatkan ASN pada posisi jabatan (Posjab) tertentu. Semisalnya untuk jabatan yang seharusnya diemban seorang ASN golongan II dengan kualifikasi pendidikan SLTA atau diploma (seperti pengelola data, pengelola layanan operasional,). Posisi itu malah diberikan kepada ASN golongan IV dengan kualifikasi pendidikan S1, bahkan ada juga sudah mengantongi berpendidikan S2 (program magister).

Baca juga :  Edisar, Dt Manti Basa, SH MH: Memainkan Politik dalam Permainan Catur

Menurut salah seorang pejabat kepegawaian di kabupaten tetangga (identitas minta dirahasiakan), fenomena itu terlihat jelas menggambarkan betapa rendahnya kualitas pemahaman badan kepegawaian yang berada di ranah cari nan tigo itu dalam mengimplimentasi kan dasar-dasar ilmu Anjab dan ABK.

Hal ini, diperparah lagi dengan gencarnya sentimen politik dalam Penempatan ASN dalam posisi jabatan struktural, yang kurang memperhatikan masa kerja, pangkat/golongan, pendidikan dan pengalaman kerja seseorang. bahkan menurut infonya masih diperlukan klarifikasi dan ada juga oknum ASN yang sudah masuk daftar pemutusan Gaji karena indisipliner.

Di sisi lain banyak ASN yang tidak sejalan merana, karena tamparan arus politik, mengeritik yang begitu keras. Hal itu , terbukti meskipun pemimpin silih berganti, tapi yang namanya budaya nonjob baru kali ini yang terlama dalam sejarah Dharmasraya..Bahkan ada yang sampai pensiun tak mendapat jabatan.Tentu ini, menjadi warning bagi pemimpin masa depan, entah siapa yang akan memegang tampuk kekuasaan selanjutnya.

Tak hanya itu, bahkan mereka dilantik menjadi pejabat eselon III. Padahal penetapan SK ASN nya indispliner itu ditandatangani oleh orang nomor Wahid didaerah itu. Intervensi pertimbangan non teknis yang bersifat eksternal tentu lebih mendominasi dalam memposisikan ASN dalam jabatan tertentu. Jika demikian benar adanya , untuk apa dilaksanakan Bimtek Anjab ,yang hanya bersifat seremonial yang tak bermanfaat.

Baca juga :  Musuh Dalam Selimut

Sepertinya, Budaya “siap” yang dikembangkan oleh oknum almamater sekolah kepemerintahan, seolah menjadi senjata ampuh dalam pengangkatan seseorang dalam suatu jabatan. Dalam hal ini, pemimpin bak seperti tuhan yang tak pernah salah, tidak boleh dikritisi dan disangah oleh bawahan , sewaktu – waktu harus siap melaksanakan setiap perintah yang di instruksikan oleh pimpinan. Jika tidak, tentulah beresiko terhadap jabatan yang diemban.

Kalau dikaitkan dengan Budaya Minangkabau, ada datuk katamanggungan dari Suku Piliang yang memegang prinsip “titiak dari langiek”. Sedangkan pasangannya adalah Datuk Parpatih Nan Sabatang, dengan prinsip “Nan mambasuik dari bumi (aspirasi dari rakyat) dari Suku Chaniago.Mano nan elok kiro-kiro yo pak ujang Rustian Rustian Rustian dan monti Andi Pitopang sarato Rajo dari Solsel kanda Gurha Nadi.(Syafri Piliang)